Sumber : Thinkstockphotos.com
Berawal
dari seorang pemuda mengajukan lamaran untuk posisi manajer di sebuah
perusahaan besar. Dia sudah melewati tahapan wawancara awal dan tinggal
satu wawancara lagi, yaitu wawancara dengan direktur utama yang harus ia
jalani.
Dari
riwayat hidup yang dibacanya, sang direktur mendapati bahwa prestasi
pemuda ini sangat luar biasa. Dia lalu bertanya kepada pemuda itu,
“Apakah kamu pernah menerima beasiswa di masa pendidikan?” Anak muda itu
menjawab. “Tidak.” Kemudian, sang direktur kembali bertanya,”Apakah
pendidikanmu dibiayai oleh ayahmu?” Pemuda itu menjawabnya, “Ayah saya
sudah meninggal sejak saya berusia satu tahun. Ibu sayalah yang
membiayai pendidikan saya.”
Selanjutnya, sang direktur
menanyakan pekerjaan Ibu dari pemuda itu, pemuda itu menjawabnya, “Ibu
saya bekerja sebagai binatu”. Sang direktur meminta pemuda itu untuk
memperlihatkan telapak tangannya. Lalu ia pun memperlihatkan kedua
tangannya yang berkulit halus. Sang direktur yang sedikit heran bertanya
kepada pemuda itu, “Pernahkah kamu membantu ibumu mencuci pakaian?”
“Tidak
pernah, ibu saya ingin agar saya memusatkan perhatian pada pendidikan
dan membaca lebih banyak buku. Lagi pula, ibu saya mencuci baju lebih
cepat daripada saya,” jawab pemuda itu. Mendengar jawaban pemuda itu,
sang direktur meminta kepada pemuda ini untuk pulang, menyuruhnya
membersihkan tangan ibunya dan setelah itu kembali ke sini esok harinya.
Pemuda
itu merasa bahwa peluangnya untuk mendapatkan pekerjaan sangat tinggi.
Saat dia pulang ke rumah, dia langsung meminta ijin kepada ibunya agar
dia diperbolehkan membersihkan kedua tangan ibunya. Ibunya merasa sangat
aneh, gembira tetapi bercampur dengan beragam perasaan, namun tetap
mengijinkan si anak melakukannya. Ia
pun membersihkan kedua lengan ibunya dengan perlahan. Air matanya
menetes saat dia mulai mencuci tangan ibunya. Itu adalah kali pertama
dia memperhatikan kedua tangan ibunya yang terlihat penuh keriput akibat
dinginnya air cucian dan di kedua tangan ibunya juga ada banyak luka
lecet dan memar, sebagian terlihat parah dan membuat sang ibu kesakitan
ketika luka-luka tersebut terkena sentuhan.
Inilah
kali pertama bagi pemuda ini untuk menyadari bahwa kedua tangan yang
setiap hari dipakai untuk mencuci pakaian itulah yang telah memampukan
dia untuk membayar biaya pendidikannya. Luka-luka di kedua tangan ibunya
adalah harga yang harus dibayar untuk mengongkosi pendidikan, kegiatan
sekolah dan masa depannya. Setelah membersihkan kedua tangan ibunya,
dengan diam-diam pemuda ini mencuci semua sisa pakian yang berlum
diselesaikan oleh ibunya. Malam itu, mereka berdua bercakap-cakap sampai
lama sekali.
Keesokan
paginya, si pemuda kembali menghadap direktur utama. Sang direktur
melihat bekasa air mata diwajah pemuda itu, lalu ia bertanya, “Bisakah
kamu beritahu saya hal-hal yang sudah kamu kerjakan dan kamu pelajari di
rumahmu kemarin?”
Anak
muda ini menjawab, “Saya sudah membersihkan kedua tangan ibu saya, dan
saya juga mencuci semua sisa pakaian yang belum dia kerjakan. Sekarang
saya tahu apa arti menghargai. Tanpa ibu saya, saya tidak akan bisa
menjadi seperti sekarang ini. Dengan membantu ibu saya, baru saya sadari
betapa beratnya mengerjakan sendiri suatu pekerjaan. Dan saya sekarang
sudah bisa menghargai arti penting serta nilai dari pengorbanan dan
membantu seseorang.”
Sang direktur berkata, “Hal inilah yang saya cari dari dalam diri seorang manajer. Saya ingin merekrut orang yang menghargai
arti pertolongan orang lain, orang yang mengerti penderitaan yang
ditanggung oleh orang lain demi tercapainya suatu tujuan dan orang yang
tidak menjadikan uang sebagai tujuan satu-satunya dalam hidup. Kamu
diterima.” Pemuda ini bekerja
dengan sangat giat dan dia sangat dihormati oleh para bawahannya. Semua
karyawan bekerja dengan rajin dan selaras sebagai satu kesatuan dan
prestasi perusahaan meningkat pesat.
Seorang anak yang biasa dilindungi dan terbiasa dituruti segala keinginannya secara berlebihan akan membangun mentalitas ‘bossy’
atau ‘paling berhak’. Mereka punya hak atas segala sesuatu tanpa batas
dan akan selalu mementingkan diri sendiri. Saat memasuki dunia kerja,
dia akan merasa bahwa setiap orang harus patuh kepadanya dan jika
diposisi manajer, dia tidak pernah mau memahami jerih payah para
bawahannya. Orang-orang seperti ini yang secara akademis mungkin
berprestasi, mereka mungkin meraih sukses hanya disementara waktu namun
akhirnya mereka akan merasa tidak memiliki prestasi. Anda harus
membiasakan sang anak terlibat dalam hal apapun sedari kecil. Pokok yang
paling penting adalah anak anda belajar untuk menghargai setiap jerih
payah dan menghadapi kesukaran dan belajar untuk bisa bekerja bersama
orang lain untuk menggarap sesuatu hal.
Sumber : Cahaya Pengharapan Ministries/Jawaban.com/em
0 comments:
Post a Comment